Ekonomi Indonesia Saat Ini di Mata IMF

Ekonomi Indonesia Saat Ini di Mata IMF. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif bagus di tengah panasnya tensi perdagangan dan perlambatan ekonomi global. IMF memperkirakan, ekonomi Indonesia tahun ini masih bisa tumbuh di atas 5 persen.

Laporan World Economic Outlook (WEO) IMF terbaru memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi global tahun ini stagnan di level 3,7 persen. IMF pun merevisi proyeksi ekonomi global 2019 dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen. Sedangkan, ekonomi Indonesia pada 2018 diprediksikan tumbuh 5,1 persen atau lebih rendah daripada proyeksi IMF pada April 2018 yang sebesar 5,3 persen.

Kepala Ekonom IMF Maurice Obstfeld mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia direvisi seiring menurunnya perekonomian global. Hal itu karena Indonesia bakal terpengaruh oleh adanya pengetatan kebijakan moneter di dunia, harga minyak, hingga perang dagang.

“Meski begitu, kami melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup kuat,” ujar  Obstfeld dalam konferensi pers di Pertemuan Tahunan IMF-World Bank, Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Berdasarkan Laporan WEO, Indonesia yang dikelompokkan IMF ke dalam ASEAN-5 memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari Malaysia dan Thailand hingga 2019. Namun, Indonesia masih kalah dari Filipina dan Vietnam.
Obstfeld mengatakan, IMF juga melihat Indonesia mampu menjaga laju pertumbuhan di angka yang konsisten. Ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi apabila mampu memanfaatkan segala potensi yang dimiliki.

“Indonesia memiliki pertumbuhan penduduk. Indonesia akan mendapatkan penerimaan pajak yang banyak,” katanya.

Selain itu, keseriusan pemerintah membangun infrastruktur dianggap menjadi pemikat investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Apalagi, tambah dia, Pemerintah Indonesia sudah memangkas banyak regulasi perizinan.

Terkait ekonomi global, Obstfeld memaparkan, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) dan Cina, ikut terkoreksi ke bawah. IMF memperkirakan ekonomi AS hanya tumbuh 2,9 persen (2018) dan 2,5 persen (2019), sementara Cina 6,6 persen (2018) dan 6,2 persen (2019).

AS yang mendukung paket fiskal kenaikan suku bunga sempat mengalami penguatan ekonomi tahun ini. Namun, IMF tetap menurunkan proyeksi ekonomi AS 2019 didorong ancaman kebijakan balasan yang akan diberlakukan Cina jika AS memberlakukan tarif impor baru.

“Secara keseluruhan, dibanding enam bulan lalu, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju 2018-2019 lebih rendah 0,1 persen,” paparnya.

Pemerintah Indonesia, kata Obstfeld, perlu menyiapkan amunisi fiskal dan moneter lebih banyak daripada saat krisis keuangan global 10 tahun lalu. Pemerintah juga perlu membangun batasan fiskal dan meningkatkan ketahanan ekonominya dengan berbagai cara, termasuk meningkatkan regulasi keuangan, memberlakukan reformasi struktural, memperluas pasar, dan tenaga kerja.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, dinamika ekonomi global memengaruhi perekonomian dalam negeri. Salah satunya pelemahan nilai tukar rupiah yang disebabkan kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS.

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Militer Inggris Terhadap ISIS Terus Berlanjut

Jakarta Pagi Ini Cerah Berawan Sedangkan Siang Berpotensi Turun Hujan

Kapal Kemanusiaan untuk Palu dan Donggala